BERITA MALUKU. Ratusan umat Hindu di kota Ambon, Senin (27/3/2017) mengikuti upacara "Tawur Agung Kesanga" sebagai rangkaian perayaan Tapa Brata Penyepian menyambut Tahun Baru Saka 1939.
Ritual Tawur Kesanga dipusatkan di Pura Ciwa Stana Giri, Taman Makmur, Kecamatan Nusaniwe yakni pembersihan Buana Agung atau alam semesta serta pembersihan lingkungan serta buana alit pembersihan diri sendiri.
Pembimbing Agama Hindu Kantor Kementerian Agama Wilayah Maluku, Sukardi Riyanto, mengatakan, umat Hindu di Ambon menutup tahun dengan upacara kurban yang disebut "Tawur Agung Kesanga", dan mengawali tahun yang baru dengan melaksanakan Catur Brata Penyepian.
Umat menyucikan diri dan lingkungan di sekitarnya agar lebih siap memasuki tahun yang baru dan dapat mengisinya dengan kebaikan.
Ritual ini merupakan bagian dari persembahan kepada para bhuta kala berupa caru agar para Bhuta tidak menurunkan sifat yang jahat pada pelaksanaan hari raya Nyepi, di samping menghilangkan unsur-unsur jahat dari manusia sehingga tidak mengikuti manusia di tahun mendatang.
Tawur Agung Kesanga merupakan ritual kedua setelah sebelunmnya pada Minggu (26/3) umat telah melakukan ritual Melasti dilakukan untuk penyucian atau pembersihan segala sarana/prasarana persembahyangan di pantai Halong.
Sarana persembahyangan yang disucikan antara lain pratima dan pralingga, di mana sarana ini dibersihkan di laut dengan tujuan memohon Tirtha Amerta sebagai air pembersih dari Hyang Widhi.
Sukardi mengatakan, umat Hindu di Ambon merayakan Nyepi dengan melakukan Catur Bratha Penyepian yakni empat pantangan yang meliputi Amati Geni (tidak menyalakan api), Amati Karya (tidak melakukan kegiatan), Amati Lelungan (tidak bepergian) dan Amati Lelanguan (tidak mengumbar hawa nafsu, tidak mengadakan hiburan atau bersenang-senang) "Semua pantangan ini dilakukan untuk mengekang hawa nafsu dan segala keinginan jahat sehingga dicapai suatu ketenangan atau kedamaian batin. Dengan Catur Bratha penyepian umat bisa menginstrospeksi diri atas segala perbuatannya yang baik di tahun berikutnya," katanya.
Catur Brata penyepian, tidak hanya dilakukan pura tetapi dirumah umat, dengan menyesuaikan diri yang disebut hindu dese kale patra atau desa itu adalah tempat, kale waktu dan patra adalah keadaan.
"Kita harus menyesuaikan dengan tempat, keadaan dan waktu setempat, sehingga tidak harus mematikan lampu tetapi umat bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan yang ada, sambil tetap melakukan upacara penyepian yakni empat pantangan amati geni, amati karya, amati lelungan dan amatu lelanguan," ujarnya.
Setelah perayaan Nyepi umat juga akan melakukan ritual Ngembak Geni yakni persembahyangan dan pemanjatan doa kepada Hyang Widhi untuk kebaikan pada tahun yang baru, di mana biasanya umat saling bersalaman dan memaafkan.
"Kami berharap berbagai ritual yang dilakukan dapat berdampak mewujudkan harmonisasi dan kebersamaan baik antarsesama umat Hindu maupun dengan ummat beragama lainnya sehingga tercipta kedamaian di Maluku dan Ambon pada khususnya," tandas Sukardi.
Ritual Tawur Kesanga dipusatkan di Pura Ciwa Stana Giri, Taman Makmur, Kecamatan Nusaniwe yakni pembersihan Buana Agung atau alam semesta serta pembersihan lingkungan serta buana alit pembersihan diri sendiri.
Pembimbing Agama Hindu Kantor Kementerian Agama Wilayah Maluku, Sukardi Riyanto, mengatakan, umat Hindu di Ambon menutup tahun dengan upacara kurban yang disebut "Tawur Agung Kesanga", dan mengawali tahun yang baru dengan melaksanakan Catur Brata Penyepian.
Umat menyucikan diri dan lingkungan di sekitarnya agar lebih siap memasuki tahun yang baru dan dapat mengisinya dengan kebaikan.
Ritual ini merupakan bagian dari persembahan kepada para bhuta kala berupa caru agar para Bhuta tidak menurunkan sifat yang jahat pada pelaksanaan hari raya Nyepi, di samping menghilangkan unsur-unsur jahat dari manusia sehingga tidak mengikuti manusia di tahun mendatang.
Tawur Agung Kesanga merupakan ritual kedua setelah sebelunmnya pada Minggu (26/3) umat telah melakukan ritual Melasti dilakukan untuk penyucian atau pembersihan segala sarana/prasarana persembahyangan di pantai Halong.
Sarana persembahyangan yang disucikan antara lain pratima dan pralingga, di mana sarana ini dibersihkan di laut dengan tujuan memohon Tirtha Amerta sebagai air pembersih dari Hyang Widhi.
Sukardi mengatakan, umat Hindu di Ambon merayakan Nyepi dengan melakukan Catur Bratha Penyepian yakni empat pantangan yang meliputi Amati Geni (tidak menyalakan api), Amati Karya (tidak melakukan kegiatan), Amati Lelungan (tidak bepergian) dan Amati Lelanguan (tidak mengumbar hawa nafsu, tidak mengadakan hiburan atau bersenang-senang) "Semua pantangan ini dilakukan untuk mengekang hawa nafsu dan segala keinginan jahat sehingga dicapai suatu ketenangan atau kedamaian batin. Dengan Catur Bratha penyepian umat bisa menginstrospeksi diri atas segala perbuatannya yang baik di tahun berikutnya," katanya.
Catur Brata penyepian, tidak hanya dilakukan pura tetapi dirumah umat, dengan menyesuaikan diri yang disebut hindu dese kale patra atau desa itu adalah tempat, kale waktu dan patra adalah keadaan.
"Kita harus menyesuaikan dengan tempat, keadaan dan waktu setempat, sehingga tidak harus mematikan lampu tetapi umat bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan yang ada, sambil tetap melakukan upacara penyepian yakni empat pantangan amati geni, amati karya, amati lelungan dan amatu lelanguan," ujarnya.
Setelah perayaan Nyepi umat juga akan melakukan ritual Ngembak Geni yakni persembahyangan dan pemanjatan doa kepada Hyang Widhi untuk kebaikan pada tahun yang baru, di mana biasanya umat saling bersalaman dan memaafkan.
"Kami berharap berbagai ritual yang dilakukan dapat berdampak mewujudkan harmonisasi dan kebersamaan baik antarsesama umat Hindu maupun dengan ummat beragama lainnya sehingga tercipta kedamaian di Maluku dan Ambon pada khususnya," tandas Sukardi.