Ilustrasi. (Kabara Mapegaa) |
JAYAPURA, KABARMAPEGAA.COM--Buku karya Putera terbaik asal Pegunungan Bintang, Yulianus Uropdana, SH; M. Hum tentang "Kondisi, Kendala, dan Solusi Menanggulangi Kemiskinan Menjelang Millenium Development Goal (MDG's) 2015 Di Provinsi Papua" dilucurakan di susteran Maranata Waena, Minggu (26/03).
Pria kelahiran Oksibil, 08 Juli 1982 itu menerbitkan bukunya dari hasil disertasi program studi mangister ilmu hukum kosentrasi hukum tata negara Universitas Atma Jaya Yogyakarta pada 2015 lalu. Buku ini merupakan karya pertama sekaligus penulis pertama dalam sejarah suku Ngalum.
Menariknya buku yang ditulis penulis merupakan satu – satunya buku pertama di Papua yang mengulas tentang MDG's dalam konteks upaya penanggulangan kemiskinan masyarakat. Memberikan sumbangsi yang brilian. Bukan hanya pemerintah dan masyarakat Papua tapi juga pemerintah pusat untuk memberikan pandangan secara ilmia untuk menanggulangi kemiskinan di Papua.
Buku ini memberikan masukan bagi pengambil kebijakan agar lebih berpihak dan berpijak pada masyarakat kecil. Penulis menegaskan bahwa peroalan kemiskinan adalah satu masalah yang tak dapat dipisakan dengan masalah lainnya. Ia mengambil contoh seperti pada organ manusia. Diaman, kalau salah satunya sakit maka organ lainnya akan merasakan dampaknya.
Selain itu, membahas tentang kondisi dan masalah kemiskinan tapi juga mencurahkan pandangan cemerlang solusif untuk menanggulanginya. Didalamnya juga mengandung nilai ekonomi, sosial, budaya dan hukum berdasarkan berdasarkan data dan narasumber yang terpercaya. Tentunya memperkaya semua pihak dalam usaha memutuskan mata rantai kemiskinan di tanah Papua.
Dihadapan peserta, dan tamu undangan ia menyampaikan, dirinya menulis tidak begitu sempurna. Tetapi menulis supaya kelak adik-adik lanjutkan serta menulis lebih bagus lagi. Ia berharap supaya orang Papua terutama generasi muda Papua menulis. Karena baginya menulis adalah tulisan yang akan tertera dalam buku akan menjadi catatan abadi. Bahkan ia mengaku, disamping hasil disertasi ia menulis bukunya atas berkat pertanyaan yang dilontarkan selama kuliah di pulau Papua.
"Kenapa saya menulis buku dengan judul ini? Karena banyak orang Jawa disana tanya saya sepert ini; di Papua ada konflik ka gak? Disana, Papua ada OPM ka gak? Orang Papua itu kaya atau miskin?bahkan bayak pertanyaan yang tidak – tidak dilontarkan di hadapan saya. Akhirnya saya menulis buku ini, menggambarkan kondisi kemiskinan di Papua. Biar buku ini menjawab pertanyaan-pertanyaan diatas", katanya dihadapan peserta dan panelis di Maranata Waena, Minggu (26/03).
Simon Petrus Bame, presidium PMKRI st. Efrem Jayapura mengucapakan terimakasih kepada penulis buku. Tapi juga berharap kepada penulis agar dapat mengoreksi masukan yang disampaikan dari panelis yakni; Frederika Korain, SH (advokat perempuan dan anak), Dr. Drs. Avelinus Lefaan (Akademisi Uncen dan dosen UGM), dan Dr. Bernarda Materay (moderator, dosen pengajar STFT "Fajar Timur" dan Penulis Buku Nasionalisme Ganda Papua. Bame juga berharap kepada pemerintah daerah agar menjadikan buku ini menjadi referensi adan acuan untuk memutuskan angka kemiskinan di Papua.
"Kami ucapkan terimakasih kepada kakanda Yulianus, yang telah mempercayakan kami, PMKRI St. Efrem Jayapura sebagai fasilitator atau tim kerja dalam pelucuran dan beda buku karya bukunya beliau. Besar harapan kami, dari semua pembobot yang disampaikan oleh panelis yang laur biasa bisa diperbaiki. Untuk seluruh kader PMKRI dan juga peserta bahkan tamu undangan yang hadir, bagi kami bahwa buku itu memberikan satu informasi yang akurat tentang persoalan kemiskinan di Papua. Sehingga wajib dibaca. Kalau bisa bisa spesifik di bidang sosial, dibuat buku-buku yang mengangkat persoalan sosial di Papua secara nyata", ujarnya kepada kabarmapega disela-sela kegiatan minggu kemarin.
Ia berharap kepada pemerintah daerah dalam hal ini gubernur Papua, Bupati dan Wali kota yang ada di Papua. Dari apa yang ditulis oleh Yulianus, dalam buku itu menjadi salah satu rujukan dan referensi dalam rangka membangun masyarakat Papua yang lebih baik. Karena persoalan kemiskinan itu memang masih ada di Papua ini.
"Saya tidak bisa berspekulasi dan berasumsi menyangkut berapa jumlahnya. Tetapi secara kasat mata saya melihat bahwa masyarakat Papua masih bermasalah dengan persoalan kemiskinan" tutupnya.
Liputor: Soleman Itlay
Editor: Maku