Pilkada Serentak 2020 Ditunda, Pemerintah Disarankan Terbitkan Perppu


Dr. Umbu Rauta SH., M.Hum.

Jakarta, Info Breaking News - Hasil rapat kerja Komisi II DPR RI bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), KPU, Bawaslu, dan DKPP pada Senin (30/3/2020) sepakat menunda tahapan Pilkada Serentak 2020. Hal ini berkaitan dengan semakin meluasnya wabah virus corona di Indonesia.

"Pertama, sepakat untuk menunda tahapan Pilkada Serentak 2020 yang belum selesai dan belum dapat dilaksanakan dikarenakan wabah COVID-19. Kami mendorong seluruh stakeholder agar fokus mendukung program pemerintah dalam menghadapi wabah pandemi COVID-19," kata Wakil Ketua Komisi II Arwani Thomafi.

Selain menyepakati penundaan tahapan pilkada, mereka menyetujui 3 opsi jadwal penyelenggaraan Pilkada 2020. Menurut Arwani, ada tiga opsi yang ditawarkan KPU. Satu di antaranya adalah Pilkada 2020 digelar pada Maret 2021, atau diundur 6 bulan dari waktu yang telah ditentukan sebelumnya.

"Terkait penundaan pilkada tersebut, KPU mengusulkan 3 opsi: pertama (Pilkada 2020) ditunda 3 bulan, pemungutan suara 9 Desember 2020. Kedua ditunda 6 bulan, pemungutan suara 12 Maret 2021. Ketiga ditunda 12 bulan, pemungutan suara 29 September 2021," ungkap Arwani.

Untuk menindaklanjuti hal itu, DPR meminta pemerintah menyiapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu). "Kesepakatan penundaan ini kan harus ada payung hukum. Maka jalan terbaik dengan diterbitkan Perppu. Kami minta kepada pemerintah segera disusun draf perppu agar kita bisa putuskan segera," kata Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tanjung.

Menyikapi penundaan penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020, Direktur Pusat Studi Hukum dan Teori Konstitusi Universitas Kristen Satya Wacana (PSHTK UKSW) Dr. Umbu Rauta, SH., M.Hum. menyatakan "penundaan" penyelenggaraan Pilkada 2020 yang disepakati bersama antara Komisi II DPR, Mendagri, KPU, Bawaslu dan DKPP patut diapresiasi sebagai wujud kepekaan terhadap bencana nasional akibat pandemi Covid 19.

"Ini bentuk empati Wakil Rakyat, Pemerintah dan Penyelenggara Pemilu terhadap persoalan yang dihadapi bersama oleh seluruh anak bangsa," ujar Umbu.

Umbu sepakat bahwa di tengah kondisi bangsa saat ini, penerbitan perppu menjadi solusi untuk memberikan payung hukum terhadap penundaan pilkada tersebut daripada perubahan UU Pilkada secara biasa. Terkait dengan materi perubahan, setidaknya meliputi pengaturan kembali tahapan penyelenggaraan Pilkada, pembiayaan, dan pengaturan kekosongan masa jabatan beberapa kepala daerah yang akan berakhir pada tahun 2020 dan 2021 agar pelayanan masyarakat tetap terjaga dengan baik.

Menurut Umbu, hal lain yang perlu dipertegas yaitu apakah "penundaan" ini dimaksudkan Pilkada lanjutan atau Pilkada susulan sebagaimana diatur dalam UU Pilkada yang berlaku saat ini.

"Kemungkinan besar, jika tahapan lain yang sudah berjalan diakui dan tidak diulangi, maka yang akan terjadi adalah Pilkada Lanjutan. Sebaliknya jika tahapan sebelumnya sebagian besar harus diulangi maka akan merupakan Pilkada Susulan," kata dosen Fakultas Hukum UKSW ini.

"Atau boleh jadi dimunculkan konsep baru yaitu penundaan Pilkada dan diberikan pengertian yang jelas agar tidak jumbuh dengan Pilkada Lanjutan dan Pilkada Susulan," imbuhnya.

Dalam proses untuk menyiapkan perppu ini, Umbu berpendapat sebaiknya KPU menyampaikan surat edaran ke seluruh daerah yang menyelenggarakan pilkada serentak 2020. "Sambil menunggu penerbitan Perppu, alangkah bijaknya KPU menyampaikan Surat Edaran ke seluruh daerah yang menyelenggarakan Pilkada 2020 agar sementara waktu tidak melakukan kegiatan yang berdampak strategis," pungkas Umbu. ***Vincent Suriadinata

Subscribe to receive free email updates: