Bangunan Cagar Budaya Layak Jadi Objek Wisata

Makam Janjang termasuk salah satu cagar budaya di Kabupaten Blora yang kerap dikunjungi wisatawan, terutama ketika musim manganan tiba. (foto: dok-ib)
BLORA. Banyaknya bangunan dan benda-benda cagar budaya di Kabupaten Blora sudah seharusnya bisa dimanfaatkan sebagai daya tarik pariwisata, baik wisata sejarah ataupun wisata edukasi. Cagar budaya itu bisa berupa situs sejarah, bangunan tua peninggalan kolonial Belanda, atau benda-benda purbakala yang bisa dikumpulkan dalam museum.

Bangunan atau benda cagar budaya seperti itu bisa berpotensi menjadi magnet bagi wisatawan untuk datang ke Blora minimal untuk mempelajarinya. Namun untuk menjadikan cagar budaya menjadi destinasi wisata perlu pengelolaan yang baik terhadap cagar budaya tersebut.

Dinas Kepemudaan Olahraga Kebudayaan Pariwisata (Dinporabudpar) Blora menyadari hal itu. Sejumlah pihak pun diundang dalam rapat koordinasi (rakor) Pengelolaan Cagar Budaya yang digelar di Resto Joglo beberapa hari lalu.

Rakor melibatkan sejumlah lembaga dan pegiat cagar budaya di Blora. Tujuannya antara lain mensinergikan pengelolaan potensi cagar budaya sebagai daya tarik wisata dan memberi manfaat bagi masyarakat.

"Perlu diproyeksikan cagar budaya menjadi destinasi wisata,'' ujar Sekretaris Dinporabudpar Pratikto Nugroho mewakili Kepala Dinporabudpar Kunto Aji, kemarin.

Rakor diikuti perwakilan Perum Perhutani KPH Blora, Migas Cepu, Pertamina EP Field Cepu, Bappeda Blora, Bagian Humas dan Protokol Setda Blora, Bagian Hukum Setda Blora, Yayasan Mahameru Blora, Paguyuban Tosan Aji Toya Padasan, Forum Peduli Sejarah Budaya Blora, Komunitas Jelajah Blora dan sejumlah pegiat cagar budaya.

Selain memiliki daya tarik wisata, keberadaan cagar budaya di Blora, kata Pratikto Nugroho, diharapkan mempunyai manfaat dengan indikator penilaian yang menyeluruh. Tidak hanya sebagai kebanggaan orang Blora saja melainkan juga dunia. Pihaknya menyadari bahwa pengelolaan cagar budaya di Blora masih belum bagus. Meski demikian sejatinya potensi cagar budaya di Blora tidak kalah dengan kota lainnya. Seperti salah satunya adalah Rumah Pramoedya Ananta Toer yang sangat berpotensi dijadikan rumah budaya.

"Untuk mewujudkan semua itu, kita perlu sinergi dengan sejumlah pihak. Beberapa potensi cagar budaya Blora berada di kawasan Perhutani dan Migas, sehingga perlu lebih diintensifkan koordinasi,'' tandasnya.

Kepala Bidang Kebudayaan Dinporabudpar Sukartono dalam paparannya mengemukakan, UU nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya menjelaskan bahwa cagar budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar budaya, dan kawasan cagar budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.

Menurutnya, perlu adanya tim registrasi cagar budaya (TACB) dan tim ahli cagar budaya (TACB) di tingkat Kabupaten. Tim tersebut ditetapkan oleh bupati. "Dengan keberadaan tim tersebut, cagar budaya di Blora diharapkan bisa dikelola lebih bagus lagi,'' katanya.

Pada rakor tersebut, perwakilan dari Perhutani KPH Blora Teguh Agusman, menyatakan pihaknya akan lebih intensif berkoordinasi dengan Dinporabudpar untuk pelestarian dan pendataan cagar budaya yang berada di kawasan hutan.

Perlu diketahui, di kawasan hutan jati yang terhampar luas di Kabupaten Blora terdapat banyak cagar budaya atau situs budaya seperti Situs Tapaan Janjang, Cagar Budaya Makam Janjang, Kubur Batu Bleboh, Situs Sumur Magung Ledok, dan masih banyak lainnya. (am-sm | ip-ib)

Subscribe to receive free email updates: